Juni 15, 2012

4,8 Juta Perempuan Indonesia Doyan Merokok !

img

Jakarta, Jumlah perokok di Indonesia tahun 2010 mencapai 65,2 juta. Angka ini naik 2 kali lipat dari tahun 1995 sebanyak 34,7 juta jiwa. Di antara jumlah tersebut, 4,8 juta jiwa di antaranya adalah wanita. Angka ini mengalami kenaikan 4 kali lipat dari tahun 1995 sebanyak 1,1 juta jiwa.

Indonesia merupakan pangsa pasar yang sangat menjanjikan bagi industri rokok. Dengan jumlah penduduk terbesar nomor 4 di dunia dan kurangnya regulasi mengenai rokok, industri rokok tumbuh subur di tanah air.

Padahal rokok jelas-jelas tidak memiliki manfaat kesehatan. Yang mengkhawatirkan, terjadi peningkatan jumlah perokok di Indonesia dari kalangan remaja dan wanita.

Hasil penelitian dari Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi UI tahun 2010 cukup mengkhawatirkan terlebih untuk anak-anak. Jumlah perokok dari kalangan anak-anak berusia 10-14 tahun dari tahun 1995 hingga 2007 mengalami peningkatan 6 kali lipat, yaitu dari 71.126 orang menjadi 426.214 orang.

"Angka ini mengkhawatirkan sebab pada tahun 2020-2030 nanti Indonesia akan mengalami bonus demografi, yaitu jumlah penduduk usia produktif lebih banyak dari yang usia non produktif. Apa jadinya jika penduduk usia produktif justru sakit-sakitan," kata Abdillah Ahsan MSE, Peneliti dari Lembaga Demografi FEUI dalam acara Diskusi Publik mengenai Riset Relasi Politik Bisnis Tembakau yang diselenggarakan Indonesian Corruption Watch (ICW) di Hotel Bidakara Jakarta, Kamis (7/6/2012).

Lebih rinci lagi, Abdillah memaparkan bahwa jumlah remaja perempuan perokok yang berusia 15-19 tahun naik 5 kali lipat. Yaitu dari 0,3% menjadi 1,6% dari total perokok di Indonesia. Pada remaja laki-laki kenaikannya 'hanya' 2 kali lipat, yaitu dari 14% pada tahun 1995 menjadi 37% di tahun 2007.

"Pada pria, jumlah perokok mengalami peningkatan 2 kali lipat. Jika tahun 1995 ada 1 dari 3 orang pria yang merokok, pada tahun 2010 naik menjadi 2 dari 3 orang pria adalah perokok. Artinya makin sulit cari menantu yang nggak merokok," seloroh Abdillah.

Menurut Abdillah, kenaikan ini terjadi akibat tidak adanya regulasi yang mengatur secara ketat mengenai penggunaan dan promosi rokok, terutama pada anak-anak. Bahkan kios rokok banyak yang didirikab di depan sekolah sehingga siswa sekolah mudah mengakses dan membeli rokok.

"Apalagi rokok bisa dibeli ngecer. Paling murah Rp 500. Kalau anak diberi uang saku Rp 2.000, dia sudah bisa beli 4 batang rokok. Dan itu sudah cukup untuk membuat kecanduan," kata Abdillah.

sumber : detik.com

0 komentar:

Posting Komentar